22 October 2004


sebagaimana diposting oleh : Walsinur Sihaloho di milis Gen B

Konon Pada jaman dahulu ada seorang lelaki keturunan Silahisabungan yang bernama "Dungdangdoro". Pada suatu hari dia pergi ke sebuah sungai meletakkan bubu (sejenis alat penangkap ikan). Pada pagi hari setelah enam hari berlalu, dia ingin melihat bubunya.Ternyata tidak ada ikan memasuki bubunya. Pada hari ketujuh dia pergi lagi memeriksanya dan ditemukanlah seekor ikan besar didalamnya namanya dlm bhs Batak "Ihan". Lalu dia membawa pulang, Ia heran melihat ukuran Ihan tsb dan diletakkannya ikan tsb kesuatu tempat yg disebut "Sopo". Lalu dia tinggalkan Ihan tsb di sopo, dan dia pergi kerumah untuk makan.

Selesai makan dia meminta adiknya untuk memeriksa hasil tangkapannya ke sopo. Dia berkata:"Anggia berengma jolo Ihan na di sopo i" (Dik,tolong dilihat ikan yg saya tangkap di sopo itu). Lalu siadik pun pergi memeriksanya. Tapi dia terkejut karena ikan yg dimaksud tidak ada ditempat. Yang dia temukan hanya seorang gadis cantik duduk dengan anggun disana. Akhirnya dia berlari menemui abangnya dan menceritakan kejadian itu. Mendengar berita tersebut, Dungdangdoro bergegas dgn buru-buru menemuinya. Benar, gadis itu sangat cantik. Dan diapun jatuh hati melihatnya. Lalu dia menyatakan hasratnya kepada gadis tsb dan berkata:"Di ahu ma ho ale boru ni raja nami" (Aku ingin kau menjadi isteriku)."Kalau kamu mau bejanji,saya mau menjadi isterimu" ujar gadis tsb. Baiklah,saya mau berjanji kata Dungdangdoro. Maka mereka berdua pun berikrar. Lalu kata gadis tsb kepada Dungdangdoro, "Jangan pernah sebut aku keturunan ikan". Setelah itu mereka menjadi pasangan suami/isteri hingga mempunyai keturunan. Dungdangdoro mencari nafkah dengan bertani.Setiap pagi dia pergi ke sawah. Dan isterinya juga selalu menyediakan nasi/bekal buat suaminya yg diantar siang hari.

Suatu saat isterinya ingin menguji suaminya apakah dia masih mengingat janjinya. Dia sengaja mengantar nasi untuk suaminya sampai sore hari. Dungdangdoro sangat lapar. Biasanya tengah hari nasi sudah diantar,mengapa sampai sore hari belum diantar ?. Pertanyaan itu berkecamuk dalam hatinya. Dia kesal dan marah. Tiba-tiba datanglah isterinya membawa nasi untuk dimakan suaminya. Isterinya berkata:"Duduklah dan makanlah nasi ini". Karena kesal Dungdangdoro menjawab ketus, "Makan saja nasimu". Kamu sengaja membuatku lapar. "Aku menyesal kawin sama keturunan ikan".

Mendengar perkataan itu,sang isteripun sakit hati dan tersinggung berat. Katanya "Engkau telah mengingkari janji kita. Dan kamu akan merasakan akibatnya". Pulanglah isterinya kerumah dengan hati sedih. Setelah sampai dirumah dia hentakkan kakinya dihalaman rumah tsb dan tiba-tiba terjadilah longsor dikampung itu dan hujan deras terus menerus hingga kampung tsb terbenam dan musnah. Itulah sebabnya daerah tsb dinamakan "Sitampar api". Daerah ini menjadi salah satu kunjungan Keluarga Silahisabungan dibona pasogit. Dahulu tempat ini selalu dihindari orang karena sering orang tenggelam disana bila melewatinya. Sekarang nama "Sitampar api" sudah dirubah menjadi "Mual naulibasa".

20 October 2004

Batu Gantung
[sebagaimana diposting oleh Walsinur Sihaloho di milis Silahisabungan dan GenB]

Anda mengenal kota parawisata Prapat di Danau Toba ? Tempat ini bersejarah karena pada jaman revolusi President kita yg pertama Bung Karno pernah dibuang ke daerah ini.Disamping pemandangannya indah,dan udara sejuk,daerah ini juga mempunyai cerita yg melegenda.Salah satunya adalah cerita batu gantung.Tempat ini menjadi salahsatu object pariwisata yg sering dikunjungi wisatawan.Batu gantung dapat dicapai dengan menggunakan speedboat kira -kira 10 menit dari Hotel Danau Toba. Apa yg menarik dari batu gantung ini? Bila kita memandang dengan seksama,maka akan terlihat bentuk batu itu seperti wanita yg sedang terjun ke danau dan diiringi oleh seekor anjing disampingnya.Tempat ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat,tidak boleh ngomong jorok,atau menghina keberadaan batu gantung tsb.Akan timbul kecelakaan bagi yang melakukannya,seperti tidak dapat kembali dan tenggelam kedalam danau.Pada jaman dahulu kala adalah seorang gadis cantik dijodohkan ke anak namborunya.Calon suaminya ini seorang yg idiot (iQ jongkok) tetapi orangtuanya tergolong yg kaya raya.

Pada jaman itu ada ketentuan bhw si gadis hrs nikah dengan anak namborunya. Sepertinya peraturan ini harus dilaksanakan, tidak boleh dibantah."Ayahnya berkata kepada putrinya" Kamu harus menikah dengan anak namborumu"Ini perintah!!.Sang gadis menjadi gusar hatinya,karena tidak ada perasaan cinta didalam hatinya sedikitpun.Tetapi karena perkataan ayah tidak bisa dibantah,dia diam saja. Sehari sebelum pesta nikah dilaksanakan,si Gadis melarikan diri dari rumah bersama anjing peliharaannya yg selalu setia mendampinginya.Dalam hatinya berujar demikian:"daripada dia menjadi suamiku,lebih baik aku bunuh diri"Dia sdh bertekad untuk bunuh diri saja,asal jangan menjadi isteri pilihan ayahnya. Tibalah dia di tepi jurang,dan melompat kebawah,anjingnya juga ikut melompat.Namanya anjing setia,kemanapun tuannya pergi selalu diikutinya,matipun rela.Pada saat terjun itulah rambut sigadis tersangkut di salah satu pepohonan yg tumbuh di tebing jurang.Tubuhnya tergantung saja disitu bersama anjingnya hingga menjadi batu yg sekarang ini disebut "batu gantung" Demikian sekilas info.Bagi rekan2 yg berkunjung ke Prapat,jangan lupa mengunjungi situs tsb.

Dalihan Natolu Sumber Hukum Adat Batak
[disalin tanpa permisi dari http://students.ukdw.ac.id/~22022980/pendidikan.htm]

Pengertian Dalihan Natolu secara letterlijk adalah satuan tungku tempat memasak yang terdiri dari tiga batu. Pada zamannya, kebiasaan masyarakat Batak memasak di atas tiga tumpukan batu, dengan bahan bakar kayu. Tiga tungku itu, dalam bahasa Batak disebut dalihan. Falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak.
Tungku merupakan bagian peralatan rumah yang sangat vital. Karena menyangkut kebutuhan hidup anggota keluarga, digunakan untuk memasak makanan dan minuman yang terkait dengan kebutuhan untuk hidup. Dalam prakteknya, kalau memasak di atas dalihan natolu , kadang-kadang ada ketimpangan karena bentuk batu ataupun bentuk periuk. Untuk mensejajarkannya, digunakan benda lain untuk mengganjal. Dalam bahasa Batak, benda itu disebut Sihal-sihal . Apabila sudah pas letaknya, maka siap untuk memasak.
Ompunta naparjolo martungkot salagunde. Adat napinungka ni naparjolo sipaihut-ihut on ni na parpudi. Umpasa itu sangat relevan dengan falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal sebagai sumber hukum adat Batak.

Apakah yang disebut dengan dalihan natolu paopat sihal-sihal itu ? dari umpasa di atas, dapat disebutkan bahwa dalihan natolu itu diuraikan sebagai berikut :
Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Angka na so somba marhula-hula siraraonma gadongna, molo so Manat mardongan tubu, natajom ma adopanna, jala molo so elek marboru, andurabionma tarusanna.
Itulah tiga falsafah hukum adat Batak yang cukup adil yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan sosial yang hidup dalam tatanan adat sejak lahir sampai meninggal dunia.

Somba marhula-hula
Hula-hula dalam adat Batak adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.
Dalam adat Batak yang paternalistik, yang melakukan peminangan adalah pihak lelaki. Sehingga apabila perempuan sering datang ke rumah laki-laki yang bukan saudaranya, disebut bagot tumandangi sige . (artinya, dalam budaya Batak tuak merupakan minuman khas. Tuak diambil dari pohon Bagot (enau). Sumber tuak di pohon Bagot berada pada mayang muda yang di agat. Untuk sampai di mayang diperlukan tangga bambu yang disebut Sige. Sige dibawa oleh orang yang mau mengambil tuak (maragat). Itulah sebabnya, Bagot tidak bisa bergerak, yang datang adalah sige. Sehingga, perempuan yang mendatangi rumah laki-laki dianggap menyalahi adat.
Pihak perempuan pantas dihormati, karena mau memberikan putrinya sebagai istri yang memberi keturunan kepada satu-satu marga. Penghormatan itu tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi sampai kepada tingkat ompung dan seterusnya.
Hula-hula dalam adat Batak akan lebih kelihatan dalam upacara Saurmatua (meninggal setelah semua anak berkeluarga dan mempunyai cucu). Biasanya akan dipanggil satu-persatu, antara lain :
Bonaniari, Bonatulang, Tulangrorobot, Tulang, Tunggane, dengan sebutan hula-hula .
Disebutkan, Naso somba marhula-hula, siraraon ma gadong na . Gadong dalam masyarakat Batak dianggap salah satu makanan pokok pengganti nasi, khususnya sebagai sarapan pagi atau bekal/makan selingan waktu kerja (tugo).
Siraraon adalah kondisi ubi jalar (gadong) yang rasanya hambar. Seakan-akan busuk dan isisnya berair. Pernyataan itu mengandung makna, pihak yang tidak menghormati hula-hula akan menemui kesulitan mencari nafkah.

Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati hula-hula. Di dalam satu wilayah yang dikuasai hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh hula-hula. Sehingga boru yang tinggal di kampung hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila tidak menghormati hula-hulanya. Misalnya, tanah adat tidak akan diberikan untuk diolah boru yang tidak mnghormati hula-hula (baca elek marboru )

Dalam budaya Batak, ada umpasa Litok aek ditoruan, tujulu ni jalanan. Hal ini terjadi apabila dalam suatu keluarga terdapat penderitaan atau kesusahan hidup. Ada pemikiran, semasa hidup pendahulu dari generasi yang sengsara atau menderita itu ada sikap-sikap yang tidak menghormati hula-hula, sehingga pernyataan siraraon do gadongna dianggap menjadi bala dalam kehidupannya. Untuk menghilangkan bala itu, diadakanlah upacara adat mamboan sipanganon untuk memohon ampun apabila ada kesalahan-kesalahan generasi terdahulu kepada pihak hula-hula. Upacara mamboan sipanganon disampaikan kepada keturunan pihak hula-hula setaraf generasi terdahulu atau tingkat yang dianggap pernah terjadi kesalahan itu.

Dalam berbagai agama, ibu sangat diagungkan. Bahkan ada ungkapan sorga ada ditelapak kaki ibu. Dalam agama Kristen, hukum Taurat ke V menyebutkan, hormatilah ibu-bapamu agar lanjut usiamu, dst. Tidaklah bertentangan bila falsafah dalihan na tolu somba marhula-hula diterapkan. Karena kita menghormati keluarga ibu yang kita cintai itu. Dalam agama Kristen disebutkan, kalau menghormati orang tua, akan mendapat berkat dan lanjut usia.

19 October 2004

Dalihan Natolu Sumber Hukum Adat Batak
[disalin tanpa permisi dari http://students.ukdw.ac.id/~22022980/pendidikan.htm]

Pengertian Dalihan Natolu secara letterlijk adalah satuan tungku tempat memasak yang terdiri dari tiga batu. Pada zamannya, kebiasaan masyarakat Batak memasak di atas tiga tumpukan batu, dengan bahan bakar kayu. Tiga tungku itu, dalam bahasa Batak disebut dalihan. Falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak.
Tungku merupakan bagian peralatan rumah yang sangat vital. Karena menyangkut kebutuhan hidup anggota keluarga, digunakan untuk memasak makanan dan minuman yang terkait dengan kebutuhan untuk hidup. Dalam prakteknya, kalau memasak di atas dalihan natolu , kadang-kadang ada ketimpangan karena bentuk batu ataupun bentuk periuk. Untuk mensejajarkannya, digunakan benda lain untuk mengganjal. Dalam bahasa Batak, benda itu disebut Sihal-sihal . Apabila sudah pas letaknya, maka siap untuk memasak.
Ompunta naparjolo martungkot salagunde. Adat napinungka ni naparjolo sipaihut-ihut on ni na parpudi. Umpasa itu sangat relevan dengan falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal sebagai sumber hukum adat Batak.

Apakah yang disebut dengan dalihan natolu paopat sihal-sihal itu ? dari umpasa di atas, dapat disebutkan bahwa dalihan natolu itu diuraikan sebagai berikut :
Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Angka na so somba marhula-hula siraraonma gadongna, molo so Manat mardongan tubu, natajom ma adopanna, jala molo so elek marboru, andurabionma tarusanna.
Itulah tiga falsafah hukum adat Batak yang cukup adil yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan sosial yang hidup dalam tatanan adat sejak lahir sampai meninggal dunia.

Somba marhula-hula
Hula-hula dalam adat Batak adalah keluarga laki-laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.
Dalam adat Batak yang paternalistik, yang melakukan peminangan adalah pihak lelaki. Sehingga apabila perempuan sering datang ke rumah laki-laki yang bukan saudaranya, disebut bagot tumandangi sige . (artinya, dalam budaya Batak tuak merupakan minuman khas. Tuak diambil dari pohon Bagot (enau). Sumber tuak di pohon Bagot berada pada mayang muda yang di agat. Untuk sampai di mayang diperlukan tangga bambu yang disebut Sige. Sige dibawa oleh orang yang mau mengambil tuak (maragat). Itulah sebabnya, Bagot tidak bisa bergerak, yang datang adalah sige. Sehingga, perempuan yang mendatangi rumah laki-laki dianggap menyalahi adat.
Pihak perempuan pantas dihormati, karena mau memberikan putrinya sebagai istri yang memberi keturunan kepada satu-satu marga. Penghormatan itu tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi sampai kepada tingkat ompung dan seterusnya.
Hula-hula dalam adat Batak akan lebih kelihatan dalam upacara Saurmatua (meninggal setelah semua anak berkeluarga dan mempunyai cucu). Biasanya akan dipanggil satu-persatu, antara lain :
Bonaniari, Bonatulang, Tulangrorobot, Tulang, Tunggane, dengan sebutan hula-hula .
Disebutkan, Naso somba marhula-hula, siraraon ma gadong na . Gadong dalam masyarakat Batak dianggap salah satu makanan pokok pengganti nasi, khususnya sebagai sarapan pagi atau bekal/makan selingan waktu kerja (tugo).
Siraraon adalah kondisi ubi jalar (gadong) yang rasanya hambar. Seakan-akan busuk dan isisnya berair. Pernyataan itu mengandung makna, pihak yang tidak menghormati hula-hula akan menemui kesulitan mencari nafkah.

Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati hula-hula. Di dalam satu wilayah yang dikuasai hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh hula-hula. Sehingga boru yang tinggal di kampung hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila tidak menghormati hula-hulanya. Misalnya, tanah adat tidak akan diberikan untuk diolah boru yang tidak mnghormati hula-hula (baca elek marboru )

Dalam budaya Batak, ada umpasa Litok aek ditoruan, tujulu ni jalanan. Hal ini terjadi apabila dalam suatu keluarga terdapat penderitaan atau kesusahan hidup. Ada pemikiran, semasa hidup pendahulu dari generasi yang sengsara atau menderita itu ada sikap-sikap yang tidak menghormati hula-hula, sehingga pernyataan siraraon do gadongna dianggap menjadi bala dalam kehidupannya. Untuk menghilangkan bala itu, diadakanlah upacara adat mamboan sipanganon untuk memohon ampun apabila ada kesalahan-kesalahan generasi terdahulu kepada pihak hula-hula. Upacara mamboan sipanganon disampaikan kepada keturunan pihak hula-hula setaraf generasi terdahulu atau tingkat yang dianggap pernah terjadi kesalahan itu.

Dalam berbagai agama, ibu sangat diagungkan. Bahkan ada ungkapan sorga ada ditelapak kaki ibu. Dalam agama Kristen, hukum Taurat ke V menyebutkan, hormatilah ibu-bapamu agar lanjut usiamu, dst. Tidaklah bertentangan bila falsafah dalihan na tolu somba marhula-hula diterapkan. Karena kita menghormati keluarga ibu yang kita cintai itu. Dalam agama Kristen disebutkan, kalau menghormati orang tua, akan mendapat berkat dan lanjut usia.

14 October 2004

Piso Sumalim

Bege hamu majolo hupatorang sada turi-turian namasa di sada luat na margoar Luat Habinsaran di tano Batak, ima na margoar: Turi-turian ni si Piso Sumalim

Ia si Piso Sumalim ima sada anak ni raja, ditingki di bortian dope ibana nunga ditinggalhon amangna ibana ala naung marujung ngolu. Dung sorang ibana dibaen inongna ma ibana margoar si Piso Sumalim.

Dung marumur ibana di haposoon, tubuma dirohana asa mangalap boru ibana. Songon hasomalan di halak Batak, ingkon luluanna ma boru ni tulangna parjolo. Molo adong do, ingkon do usahahononna laho donganna saripe. Alani i tubu ma dipingkiranna laho manungkun inana manang na didia do huta ni tulangna. Dung disungkun ibana inana i dia do huta ni tulangnai, roma alus ni inanai mandok, `ueee? anak hasian anggo tulangmu ndang adong, na mapultak sian bulu do ahu
madedek sian langit'. Jadi dung songoni alus ni inanai gabe tarsonggot jala longang ma si Piso Sumalim umbegesa i. Gabe loja ma ibana mamingkiri hatai huhut dipahusor-husor di bagasan rohana ala ndang masuk tu rohana jolma mapultak sian bulu manang madekdek sian langit. Alani i ndang sonang rohana ia so dipaboa inanai huta ni tulangna. Dungi didokma mandok inanai, `ndang dung dope hea hubege adong jolma na mapultak sian bulung manang na madekdek sian langit. Molo ndang olo ho do inang pabotohon didia do da tulang, ba olo ma ahu gabe tu pandelean'. Alani i disuru innaima ibana borhat dohot hatobanna namargoar si Tangkal Tabu mangaluluihuta ni tulangnai tu luat Pahae. Di lehon ma dohot sada hoda asa adong hundul-hundulan ni si Piso Sumalim dohot balanjo saleleng di pardalanan.

Dung borhat si Piso Sumalim dohot hatobanna si Pangkal Tabu, tung mansai loja do dihilala nasida namanjalahi hutani tulangnai alanai daona. Di tongan dalan jumpang nasida ma sada batang aek namansai tio. Didokma asa maridi nasida di batang aek i. Alai didokma tu hatobannai asa parpudi si Tangkal Tabu maridi, asa adong manjaga pangkean ni si Piso Sumalim di tingki maridi ibana. Dung sahat di paridian i si Piso Sumalim, di bungka si Tangkal Tabu ma pangkean hatoban sian dagingna jala dipangke ma pangkean ni si Piso Sumalim ditiop ma dohot podangna.

Dung sae maridi si Piso Sumalim di bereng ibana ma naung di pangke si Tangkal Tabu abitna dohot podang nai. Jadi didokma mandok si Tangkal Tabu, `boasa pangkeonmu paheanku?' dungi roma hata ni si Tangkal Tabu, "saonari ahu nama Raja jala homa gabe hatobanku. Molo ndang olo ho, ba podang onma hubahen pamatehon ho'. Alanii gabe oloma si Piso Sumalim mamangke pahean ni hatobanna i. Jala naso jadi paboaon ni si Piso Sumalim tu manang ise di bagasan parjanjiian nasida. Dengke ni sabulan tu tonggina tu tabona, manang ise si ose padan tu ripurna tu magona. Dung sae nasida marpadan, borhat ma nasida. Gabe si Tangkal Tabu ma hundul di ginjang ni hoda i mangihuthon mardalan. Dang sadia leleng, dungi sahat nasida tu huta ni tulang ni si Piso Sumalim songon naung tinonahon ni inani si Piso Sumalim.

Jadi dung pajumpang nasida, disungkun tulangnaima nasida, ise do hamu umbahen na dohononmu ahu tulang mu?' didokma mangalusi, `na sian huta habinsaran do hami Tulang'. `Molo songoni, ba tubu ni ise ma ho sian habinsaran?' ala ndang diboto si Tangkal Tabu mangalusi gabe si Piso Sumalim ma mangalusi, `tubu ni boru tompul sopurpuron ompung'.

Dung didok songoni, gabe di haol tulangna ma si Tangkal Tabu jala laon diboan tu jabu. Alai anggo si Piso Sumalim di bara ni pinahan do ibana dibaen. Dungi di suru tulangna ni si Piso Sumalim ma parsondukna mangobasi sipanganon. Molo si panganon ni si Tangkal Tabu di jabu tung mansai tabo ma dihilala ibana Alana sohea di dai ibana sipanganon nasongoni, jala tung sudado dibaen ibana sude sipanganoni. Alai anggo sipanganon ni si Piso Sumalim di bara ni pinahan sipanganon ni hatoban do di baen marsampur jagung.

Alai dipilliti si Piso Sumalim do indahan I panganonna, anggo angka jagung i di pasombu ibana ndang dipangan. Dung sae nasida mangan, sungkun-sungkun ma roha ni tulang ni si Piso Sumalim. Alana tung so adong do na tinggal di baen si Tangkal Tabu si panganon i.

Jala si Piso Sumalim ndang diallang jagung. Dung dapot bodarina, roma tulang ni si Piso Sumalim mandok `molo laengku nahinan malo do marhasapi. Jadi dilean tulang ni si Piso Sumalim ma paluon ni si Tangkal Tabu hasapi laos dijalo ibana ma huhut di endehon songonon : "Reng reng reng nagau ninna hasapingkon Aut adong nian godang tinutung, Butong ma nian butuhangkon."

Sai mulahulak ma songoni di endehon si Tangkal Tabu. Alai ndang tabo begeon ni pinggol ni angka naumbegesa, gabe disuru tulang ni si Piso Sumalim ma asa dipaso soara ni hasapi dohot endenai. Dungi di jou ma si Piso Sumalim sian bara ni pinahan i laos di sungkun ma, `boha ia ho Tangkal Tabu diboto ho do marhasapi?

Alusna `huboto do ompung'. `Antong paluma hasapi on molo na diboto hodo!' Jadi dipalu si Piso Sumalim ma hasapi i laos huhut ma ibana mangandungkon sada ende nalungun. Ala ni tabonai andungna dohot soara ni hasapi nai, gabe sudema naumbegesa tarpodom. Dung dungo manogotnai sian podomanna, tamba longangma rohani tulang ni si Piso Sumalim mamingkiri haroro ni berenai.

Di nasahali disuru tulang ni si Piso Sumalim ma si Tangkal Tabu borhat marmahan horbo tu parjampalan, alai sude horbo na pinarmahan ni si Tangkal Tabu manunda tu angka suan-suanan ni halak jala pola do manjalo hata tulang ni si Piso Sumalim hinorhon ni panunda ni horbonai na tung mansegai angka suan-suanan na diladang. Dungi marsak ma tulangna mamereng parniulaan ni si Tangkal Tabu laos disuruma si Piso Sumalim borhat laho marmahan manggantihonsa.

Diparmahanan tubu do halongangan marnida si Piso Sumalim, ai holan na hundul do ibana alai sude horbo na pinarmahanna menak, sung so adong na manunda tu suan-suanan ni halak. Alai nang pe songoni, tung so lulu-lulu do roha ni tulang na aha do namasa tuberenai. Disada tingki toho dibodarina dinalaho modom ma angka jolma, mangandung ma si Piso Sumalim sian toruni bara podomanna i , ia soara ni andungna songonon ma:

"Pak?pak?pak??
Ninna hapak-hapak on?.
Timbo dolok Martimbang
Boi di ranap datulang on
Ia ahu anak berena
So diboto datulang on ."

Nang pe adong andung-andung ni berena di toru barai, tong do ndang diboto tulangna i namasai. Dungi di sorang ni ari manogotnai, disuru ma muse si Tangkal Tabu laho maninggala hauma. Alai diparniulaan ni si Tangkal Tabu gabe ditinggal ma hauma i rap dohot sude nasa gadu-gadu ni hauma i, patusega jala paturongrong ma sude hauma na tininggalanai. Jadi lam tamba ma arsak ni tulang ni Si Piso Sumalim marnida namasai. Dungi disuruma si Piso Sumalim maninggala huhut mardongan muruk dohot jut ni roha hinorhon ni naung patusega sude hauma ni tulang ni si Piso Sumalim. Alai tung halongangan bolon do, ai hundul do si Piso Sumalim di atas ni tinggala i, gabe boi do mulak denggan sude hauma ni tulangnai.

Disada tingki dinamodom inang ni si Piso Sumalim songgot ma ro tu parnipionna taringot tu pangalaho na niulahon ni si Tangkal Tabu tu anakkonna si Piso Sumalim. Alani bonos ni rohana, disuruma sada hoda na bontar laho manaruhon pahean si Piso Sumalim tu huta ni ibotona rap dohot sada surat na disurathon di sambuhu bulu. Songonon ma isina: "Ito?.., hu tongos do dison pahean ni berem, molo tusi di lehon hoda on pehean on, ido berem. Alai molo mangalo do hoda on dang olo mangalehon pahean on, ido hatoban."

Di sogot ni ari, di ida tulang nai ma ro sada hoda bontar, alai sungkun-sungkun do roha ni rajai, aha do nuaeng namasa. Dungi didapothon ma hoda i, jala diida
adong surat laos di jaha ma. Dungi disuruma si Tangkal Tabu parjolo mambuat pahean nabinoan ni hodai. Alai disi dibuat si Tangkal Tabu abit sian hoda i, manigor di tambik hoda ima si Tangkal Tabu laos balik. Dungi disuru ma muse si Piso Sumalim mambuat pahean sian i, alai tung denggan do dipasahat hodai tu ibana.

Dung songoni, tarrimas ma roha ni tulang ni si Piso Sumalim marnida na masai, laos di sungkun tulangnaima si Tangkal Tabu huhut marsoara na gogo: Ise do nasasintongna jala boasa diulahon ho na songoni tu berengkon?" Jadi didok si Tangkal Tabu ma alusna songon on:

Sian gampang tu gompung
Sian damang tu daompung
Dang hea dope raja,
Ba nanggo apala songoni dalanna
Asa hea ahu raja.

Di natarrimas tulang ni si Piso Sumalim, naung dipaoto-oto berena si Piso Sumalim rap dohot tulangna, didabuhon ma uhum tu si Tangkal Tabu, dipapodom ma ibana gabe sidege-degeon ni nasa jolma naro tu bagas ni tulangnai, jala sidege-degeon ni nasa jolma na ruar siang bagas ni tulang nai. Tung mansai hansit do uhum nabinahen ni tulang ni si Piso Sumalim tu si Tangkal Tabu pangoto-otoi i .

Di laon-laon niari, hundul si Piso Sumalim di sada inganan, tung mansai lungun rohana naeng mulak tu huta ni inana. Laos didok ma tu tulangna asa mualk ibana laho manjumpangi inana. Dungi dijou si Piso Sumalim ma sada hoda laho hundulanna, laoes dinangkohi ibana ma hodai. Alai di nalaho borhat si Piso Sumalim, hatop ma maringkat boru ni tulangna mandapothon si Piso Sumalim jala mamintor nangkok tu hodani anakni namborunai.

Jadi hatopma disuru si Piso Sumalim maringkat hodana laho mangaluahon boru ni tulangnai bahen parsonduk bolonna, laos dinasadari I borhatma nasida tu hutani inani si Piso Sumalim.

Harimpunanna:
Molo tung pe adong hamoraon dohot hasangapon di sada jolma, naso jadi silatean. Jala molo tung pe adong jolma na pogos jala na lea, tung so jadi martahi na jahat.

08 October 2004

ASAL USUL SINAMOT

posting oleh : A.P Sibarani tanggal : 19 April 2002 di milis GenB

Sekilas saya cerita mengenai sejarah/filosofi asal-muasal "SINAMOT" Pada dasar pengertianya Boli=Tuhor jadi kalau dibahasa indonesiakan, ya...HARGA. Tapi beda dgn artian harga sesuatu benda, yg harganya ditentukan, sehingga semua orang berhak atau dapat memilikinya selama dia dapat memenuhi harga tsb.

Konon ceritanya dulu pola hidup pada umumnya orang Batak yg tinggal di kampung(bonapasogit), karena rutinitas, pekerjaan sehari-hari dan yg menjadi penghasilan utk kesinambungan hidup adalah BERTANI (Marhauma). Malangnya (maaf bukan merendahkan) hal tsb yg paling dominan digeluti Ibu-ibu/Perempuan sehingga persepsi orang Batak khususnya(dijaman itu), ya..bahwa perempuan urusan dalam Rumah Tangga (ya..lihat aja KTP Ibu-ibu yg tidak punya pekerjana/professi, kalau dulu IKUT SUAMI sekarang masih mendingan IBU RUMAH TANGGA). Ini secara otomatis menjadi budaya karena kultur.

Nah..konon ceritanya katakanlah si-A(cewek) dapat jodoh/kawin dgn si-B(cowok), artinya si-A ikut si-B. Karena si-A sudah ikut si-B, sehingga jumlah pekerja di sawah berkurang karena kepergian si-A. Disini pihak si-B wajib/harus memberikan sebagai pengganti ke pihak si-A terserah Ce/Co. Istilahnya jolma ganti ni jolma(manusia/orang).

Mungkin karena proces tsb kurang mengena sasaran, dimana penggantinya tidak sesuai dgn kapasitas yg diganti, tak lama kemudian dirobah menjadi "GAJAH" (dianggap sebagai pengganti). Lama kelamaan makin langka diganti lagi dgn istilah "GAJAH TOBA"(Horbo). Ini mungkin berlangsung agak lama, kalau ngak salah dijaman Soekarno, sehingga disaat itu banyak pemuda Batak khususnya menjadi PANGLATU (Panglima Lajang Tua). Di tahun 70-an jamannya berobah ke rejim Soeharto, dan banyak perobahan yang bisa diterima masyarakat luas waktu itu. Tidak ketinggalan process budaya yg menyangkut Adat-Istiadat kitapun ikut arus dan adaptasi, sehingga disaat itulah pengurangan Panglatu, karena ada satu kelonggaran ; "NA MANGULA PE NA MASUK ADAT DO".

Ada lagunya yg dinyanyikan duet Joel Simorangkir & Charles Simbolon, judulnya LUANHON DAMANG (kurang lebih). Jompok hata dohonon(singkatnya), kalau pernah ikut Marhata Sinamot, pihak Paranak biasanya meminta ke pihak Parboru, supaya jangan terlalu memberatkan sebarapa Sinamot yang akan disampikan. Jadi sebelum bentuk Sinamot menjadi bilangan/angka dalam bentuk rupiah, pihak Parboru menyampaikan ;
Antong molo na naeng pasahat somba ni uhum, somba ni adat, na gabe si palas roha nami na ma hamu songon Sinamot ni boru nami, goari hamu sian ni ; sadia godang ma horbo, piga lombu, piga hoda, piga rantiti mas jala sadia godang ringgit sitio soara.
(Dimana permbicaraan sudah mengarah ke Sinamot, jadi pihak Parboru bertanya/menyampaikan ke pihak Paranak ; berapa banyak Kerbau, Lembu, Kuda,Mas dan uang, dulu uang berbentuk logam dan ada yg satuannya ringgit yg bunyinya agak nyaring...?).

Sesuai dgn sikon pihak paranak menjawab, dimana bentuk-bentuk permitaan tadi sudah agak sulit mengumnpulkan sehingga tidak terpenuhi, pihak Paranak menminta supaya dibulatkan dalam bentuk ringgit sitio soara(rupiah). Dengan proces yg tadi(mohon kalau kurang pas) itulah yang kita alami sekarang yg disebut"SINAMOT". Kira-kira dalam pengertian saya justru sudah lebih simpel dan praktis.

Filsafat Mangulosi dan Jenis-Jenis Ulos

posting Oleh : Roy Enrico Tambunan [Ompu Matasopiak XVI] di milis GenB pada tanggal : 31 Maret 2002

Mangulosi adalah salah satu hal yang teramat penting dalam adat Batak. Kenapa begitu dan darimana semua ini bermula ?
Beginilah filsafatnya...
Dulu...para nenek moyang kita selalu berusaha untuk menghangatkan tubuhnya dengan berbagai cara untuk kesehatan dan kenyamanan. Masalahnya , para leluhur kita hidupnya bukanlah di kota-kota besar, tetapi di pegunungan yang jauh di atas permukaan laut ( sea level ). Jadi jangan tersinggung kalau salah satu sebutan untuk bangso kita adalah ' Orang Gunung '.

Di daerah tadi, tentu saja suhunya sangat dingin dan leluhur kita selalu mencari akal untuk menciptakan rasa hangat yang ideal. Satu contohnya bisa kita lihat dari umpasa ini :

' Sinuan bulu mambahen las ,
Sinuan partuturan sibahen horas '

Itulah sebabnya di kampung kita banyak sekali terdapat tanaman bambu = bulu. Selain dimaksudkan untuk menangkal musuh dan ancaman hewan buas, bambu tadi ternyata sengaja dibuat untuk menciptakan rasa hangat melingkupi rumah sekelilingnya. Logis kan...? Simpelnya begini, kawanan bambu yang saling mengait akan menghambat hembusan angin.

Leluhur kita menyebutkan bahwa ada 3 unsur kehidupan ; darah, nafas, dan rasa hangat. Hangat dalam bahasa kita adalah ' las '. Kita tentu paham ucapan semacam ' las roha '..adalah ungkapan yang menggambarkan rasa sukacita yang dalam. Dari sini, kita makin paham, kehangatan adalah hal yang teramat di inginkan bangso kita.

Dulu, leluhur mengandalkan sinar matahari dan perapian sebagai pencipta rasa hangat. Tapi setelah dipikir-pikir...matahari itu datang dan pergi tanpa bisa dikontrol, lagipula datangnya siang hari. Sementara malam hari dinginnya minta ampun. Api tidak praktis digunakan waktu tidur karena resikonya besar.

Akhirnya ditemukanlah Ulos. Jangan heran kalau ulos yang kita kenal sekarang dulunya dipakai tidur lho. Tapi jangan salah juga, dulu..kualitasnya jauh lebih tinggi, tebal, lembut, dan motifnya sangat artistik ( saya pernah lihat contohnya di ruma parsangtian Frank Alexander Radja Panggomgom Hutapea ).

Sejak saat itu, ulos makin digemari karena praktis. Kemana saja mereka melangkah, selalu ada ulos yang siap membalut tubuhnya dalam kehangatan. Ulospun jadi kebutuhan yang vital, karena sekaligus juga dijadikan bahan pakaian yang indah = uli. Kalau ada pertemuan kepala-kepala kampung, seluruh peserta melilitkan ulos di tubuhnya.

Sedemikian pentingnya ulos ini untuk kehidupan sehari-hari, sehingga para leluhur kita selalu memilih ulos sebagai hadiah atau pemberian untuk orang-orang yang mereka sayangi.

Nyatalah sekarang umpasa yang mengatakan :
' Si dua uli songon na mangan poga
malum sahit bosur butuha '

Akhirnya, ulos pun masuk dalam adat yang sakral dan dibuat aturannya. Kita harus paham aturan-aturan yang dimaksud :

- Ulos hanya diberikan kepada pihak kerabat yang tingkat partuturannya lebih rendah. Misal ; dari hulahula untuk parboruan; dari orangtua untuk anak-anaknya; dari haha untuk angginya. Jadi kita tak akan pernah menemukan orang Batak yang mangulosi orang tuanya sendiri atau ada seorang adik yang tanpa perasaan bersalah mangulosi abangnya. Tak ada itu.

- Karena ulos telah dibuat menjadi beberapa macam, sudah barang tentu tidaklah sembarangan memberi ulos (mangulosi) kepada orang-orang. Misalnya Ragidup sebagai ulos panggomgom untuk ina ni hela, Sibolang atau Ragihotang sebagai ulos pansamot untuk ama ni hela. ( kalau ada yang belum paham istilah kekerabatan ini, tolong baca lagi souvenir sebelumnya - Paratur ni parhundulon -, jadi bukan salah saya lho...)

Cara pemakaian ulos ada 3 :

1. Siabithononton ( dipakai ) : Ragidup, Sibolang, Runjat, Djobit, Simarindjamisi, Ragi Pangko.
2. Sihadanghononton ( dililit di kepala atau bisa juga ditengteng ) : Sirara, Sumbat, Bolean, Mangiring, Surisuri, Sadum.
3. Sitalitalihononton ( dililit di pinggang ) : Tumtuman, Mangiring, Padangrusa.


Jaman sekarang, terutama Batak yang sudah tinggal di kota, ulos mutlak digunakan sebagai pendukung ritual adat saja, karena ulos = blanket yang macam-macam sudah bisa kita dapatkan dengan mudah dan sekarang kebanyakan dari kita pasti berpikiran kalau memakai ulos akan kelihatan seperti orang bodoh. Apa boleh buat, itu tergantung dari selera, pergaulan, dan sejauh mana kita mencintai ulos. Tapi terus terang saya tidak bisa memastikan itu salah, benar, atau tidak salah dan tidak benar.
Sekedar informasi saja, di Surabaya sini banyak sekali orang Madura yang bangga menggunakan pakaian khas daerahnya di depan public, dan jangan bilang kalau mereka itu kampungan !
Kita harus berterima kasih kepada Martha Ulos atau Eva Gracia Ulos yang mau melestarikan seni maha kaya ini.

Berikut adalah jenis-jenis ulos yang biasa digunakan dalam acara adat sekarang ini. Jadi kalau ada jenis ulos yang anda ketahui, tapi tidak tercantum disini, anda boleh menambahi berdasarkan fakta dan persetujuan kita semua. Kita memang kehilangan lecture asli mengenai ragam ulos. Tanpa ada kesan menghakimi, saya menduga, orang Belanda telah mencurinya ( Probably ).

Ada 12 jenis berdasarkan motif dan fungsinya dalam ritual adat :

MANGIRING

Sering diberikan sebagai ulos parompa = gendongan anak, juga dihadiahkan kepada dua kekasih ataupun pasangan muda, dengan harapan, anak yang akan memakai parompa ini akan terus dalam iringan oangtuanya.

Kepada pasangan pengantin, ulos ini diberikan sembari mengucapkan sebait umpasa :
' Giringgiring gostagosta,
sai tibu ma hamu mangiringiring huhut mangompaompa '

Cara memakainya : sitalihononton atau sinampesampehon = dijadikan selendang.

MANGIRING PINARSUNGSANG

Ulos ini diberikan kalau ada acara adat yang masisuharan/marsungsang = kacau. Misalkan, ada pihak yang semula adalah hulahula kita, tapi kemudian menjadi pihak boru karena alasan pernikahan. Ulos inilah yang patut diberikan kepada pengantin sembari berucap :
' Rundut biur ni eme mambahen tu porngisna,
masijaitan andor ni gadong mambahen tu ramosna '
artinya, biarlah partuturon jadi sedikit kacau kalau itu demi kebaikan. Lihatlah, betapa mulia adat kita Batak. Seharusnya kita bangga.

Cara memakainya : sitalihononton atau sinampesampehon.

BINTANG MAROTUR/MARATUR

Beginilah leluhur kita menyebut ulos ini : On ma ulos ni Siboru Habonaran, Siboru Deak Parujar, mula ni panggantion dohot parsorhaon, pargantang pamonori, na so boi lobi na so boi hurang. Artinya adalah kebijaksanaan.
Sekedar info, Deak Parujar adalah tokoh Batak paling bijaksana dan ini akan saya rampungkan dalam kisah tarombo.
Ulos ini juga disebut sebagai siatur maranak, siatur marboru, siatur hagabeon, siatur hamoraon.

Cara memakainya : sitalihononton atau sinampesampehon.

GODANG

Disebut juga Sadum atau Sadum Angkola. Indah nian ulos ini, dan harganya pun cukup indah. Walaupun derajat ulos ini masih di bawah Ragidup, kalau masalah harga ulos ini jangan diadu.
Ulos godang kita berikan kepada anak kesayangan kita, yang membawa sukacita dalam keluarga. Inilah yang diharapkan dengan adanya pemberian ulos ini, supaya kelak si anak makin membawa hal-hal kebajikan yang godang = banyak, mencapai apa yng dicita-citakannya dan mendapat berkat yang godang pula dari Debata = Tuhan.

Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon

RAGIHOTANG

Ulos inilah yang umumnya lebih banyak diuloshon = diberikan saat ini. Kelihatan sangat anggun saat ulos ini diuloshon = dipakaikan = disandangkan, terlebih kalau jenisnya dari motif yang paling bagus. Ragihotang terbaik disebut ' Potir si na gok '.
Ada beberapa umpasa yang bisa digunakan ketika manguloshon yang satu ini, yakni :

' Hotang do ragian, hadanghadangan pansalongan
sihahaan gabe sianggian, molo hurang sinaloan '

' Hotang binebebebe, hotang pinulospulos
unang iba mandele, ai godang do tudostudos '

' Tumbur ni pangkat tu tumbur ni hotang
tu si hamu mangalangka sai di si ma hamu dapotan '

' Hotang hotari, hotang pulogos
gogo ma hamu mansari asa dao pogos '

' Hotang do bahen hirang, laho mandurung porapora
sai dao ma nian hamu na sirang, alai lam balga ma holong ni roha '

' Hotang diparapara, ijuk di parlabian
sai dao ma na sa mara, jala sai ro ma parsaulian '

Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon

SITOLUNTUHO/SITOLUTUHO

Ada keistimewaan dari ulos ini, terlihat jelas dalam motif gorganya terdapat tolu = tiga tuho = bidang arsiran. Tak salah lagi ini pasti menggambarkan Dalihan Na Tolu ( baca souvenir sebelumnya ' Paratur ni Parhundulon ' ). Jadi jelaslah tujuan ulos ini diberikan. Setelah wejangan Dalihan Na Tolu diberikan, kita jangan lupa manghatahon = mengucapkan ' sitolu saihot ', yakni :
1. Pasupasu asa sai masihaholongan jala rap saur matua :
' Sidangka ni arirang na so tupa sirang,
di ginjang ia arirang, di toru ia panggongonan...
badan mu na ma na so ra sirang, tondi mu sai masigomgoman '
2. Pasupasu hagabeon :
' Bintang na rumiris ombun na sumorop
anak pe di hamu riris, boru pe antong torop '
3. Pasupasu pansamotan :
' Bona ni aek puli, di dolok Sitapongan,
sai ro ma tu hamu angka na uli, songon i nang pansamotan '

Cara memakainya : sinampesampehon.

BOLEAN

Ulos ini diberikan kepada anak yang kehilangan orangtua nya. Bolean = membelaibelai, dimaksudkan untuk mangapuli = membelai hati si anak agar selalu tabah.

Cara memakainya : sinampesampehon.

SIBOLANG

Disebut juga sibulang dan diberikan kepada orang sibulang = orang yang dihormati karena jasanya. Misalkan ulubalang yang mengalahkan musuh, atau yang bisa membinasakan binatang pemangsa yang mengganggu.
Jaman sekarang, ulos ini diberikan kepada amang ni hela dan ulos ini disebut sebagai ulos pansamot na sumintahon supaya amang ni hela tadi bisa menjadi tempat bersandar dan berlindung, na gogo mansamot jala parpomparan sibulangbulangan :

' Marasar sihosari di tombak ni panggulangan
sai halak na gogoma hamu mansari jala parpomparan sibulangbulangan '

Ulos sibolang juga sering dipakai untuk menghadiri upacara kematian. Sekaligus ulos ini dililitkan di kepala dari namabalu = isteri/suami yang ditinggalkan.

Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon

RAGIDUP

Betapa sulit dan lelahnya membuat ulos ini, karena motifnya sungguh rumit. Dan memang inilah ulos paling tinggi derajatnya dalam adat kita Batak. Kalau kita cermati rupa gorga dalam ulos ini, seolah-olah semuanya hidup dan bernyawa. Itu sebabnya dinamakan Ragidup ( aragi = hidup ). Inilah ulos simbol kehidupan. Umumnya orang Batak ingin hidup dalam waktu yang lama dan jarang/tidak pernah ada orang Batak yang saya dengar bunuh diri. Orang Batak tak takut hidup dalam kemiskinan yang mendera untuk terus berjuang demi hidup. Kita adalah survivors. itu sebabnya ada umpasa seperti berikut :

' Agia pe lapalapa asal di toru ni sobuan
agia pe malapalap asal ma di hangoluan,
ai sai na boi do partalaga gabe parjujuon '

Bagian-bagian dari ulos ragidup, namanya dan artinya :
- Ada dua sisi tepi sebagai batas, yang menjelaskan kalau semua yang ada di dunia ini ada batasnya.
- Dua sisi tadi mengapit tiga bagian dan disebut ' badan '. Bagian paling ujung dimana bentuknya kelihatan sama disebut ' ingananni pinarhalak '. Ingananni pinarhalak terbagi dua lagi , yakni ingananni pinarhalak baoa dan ingananni pinarhalak boruboru.
bagian ' badan ' tadi warnanya merah kehitaman dan ditingkahi garis-garis putih yang disebut ' honda '. Ingananni pinarhalak tadi adalah simbol hagabeon, maranak dan marboru. Masih terdapat tiga simbol lagi di sana, yakni :

1. Antinganting, adalah simbol hamoraon, karena antinganting biasanya terbuat dari emas.
2. Sigumang = beruang, yakni simbol kemakmuran. Beruang adalah binatang yang bekerja tepat dan efisien, tidak banyak aksi.
3. Batu ni ansimun, melambangkan hahipason ( ansimun sipalambok, taoar sipangalumi ).

Di celah ketiga simbol ini, ada lagi macam bunga yang disebut 'ipon', dan di celah iponipon tadi ada yang disebut dengan 'rasianna'.

Cara mangarasi = memeriksa Ragidup yang baik :

1. Ulos itu kelihatan jernih
2. Tenunannya rapi dan ukurannya benar ( Martha Ulos mungkin tahu, atau Belanda ? )
3. Honda harus berjumlah ganjil.
4. Jumlah ipon harus benar.

Cara memakainya : dibuat baju, sinampesampehon.

RAGIDUP SILINGGOM

Perbedaan ulos ini dengan Ragidup biasa adalah bagian ' badan '. Ulos ini punya badan yang kelihatan lebih linggom = gelap. Ulos inilah yang paling tepat diberikan kepada anak yang punya pangkat dan punya kuasa, dengan maksud, kita bisa marlinggom = berlindung di bawah kebijaksanaannya. Ini bisa juga kita berikan kepada petinggi yang mendatangi kampung kita.
Ragidup Silinggom tidak diperjual belikan. Tapi entahlah ada pihak tertentu yang melakukannya. Sebenarnya, ulos jenis ini hanya akan ditenun bila ada pemesannya.

Cara memakainya : sinampesampehon.

PINUSSAAN

Masih termasuk Ragidup. Cara memakainya pun sama.

SURISURI/TOGUTOGU/LOBULOBU

Ini ulos yang eksentrik. Rambu-rambunya tidak dipotong hingga kedua ujungnya bersatu sebagaimana layaknya kain sarung. Dan hanya wanita lah yang memakai ulos ini. Dimaksudkan, agar mereka kelihatan sopan karena ini pakaian rumahan. Jenis ini juga paling banyak dijadikan parompa.
Dinamakan lobulobu supaya segala kebaikan marlobu = masuk ke rumah orang yang memakainya.
Apabila ada boruboru yang menggendong ibotonya = adik laki-laki yang kecil, dia akan bersenandung :

' Ulos lobulobu marrambu ho ditongatonga
tibu ma ho ito dolidoli, jala mambahen si las ni roha '

Apabila dia menggendong adik perempuannya, dia akan bersenandung :

' Ulos lobulobu marrambu ho ditongatonga
sinok ma modom ho anggi, suman tu boru ni namora '

Disadur dari Djambar Hata - oleh Ompu ni Marhulalan

AMPARA

posting oleh : St. KE. Sianipar pada tanggal : 24 Juli 2002 di mailing list : GenB

Panggilan Ampara (baca appara) biasanya ditujukan kepada dongan tubu atau dongan sabutuha, secara khusus antara lelaki dengan lelaki. Kami na mardongan tubu Tuandibangarna ( Panjaitan, Silitonga, Siagian dan Sianipar). Melihat uurutan ini, Sianipar adalah adik ketiga marga diatas.

Tetapi jika ada Panjaitan sebut saja ampara Donal ( haha partubu) mengetahui usia saya lebih tua dari dia, maka dia panggil bapa uda walaupun sebenarnya saya anggi partubu. Meski dia panggil saya bapa uda, tetapi saya tidak elegant panggil dia anak, karena Donal keturunan haha partubu/abang , lihat urutan marga kami tadi. Jadi agar lebih dekat dan tidak merasa bersalah, saya panggil dia ampara. Tetapi, kalau ketemu pada acara paradaton( pernikahan, kematian dll) , saya tidak boleh panggil Donal ampara, harus haha/abang, walaupun usianya jauh dibawah saya misalnya, karena dia sudah berkeluarga.

Bagi na mardongan sabutuha/marga yang sama (SIANIPAR dengan Sianipar atau Tampubolon dengan Tampubolon) belum mengetahui nomor, boleh juga panggil ampara. Tetapi kalau salah satu pihak telah mengetahui nomor/silsilahnya, tidak boleh panggil ampara KECUALI nomor dalam tarombo/silsilahnya sama.

Mis, Kalau ada marga Sianipar dimilis ini bernomor XV maka kamipun dapat saling menyapa AMPARA. Biasanya, kalau ketemu dengan nomor silsilah yang sama, akan dilanjutkan dengan pertanyaan, NUNGGA MARHASOHOTON/sudah nikah.? ATAU BERAPA USIANYA.?. Hal ini untuk mengambil posisi panggilan. Kalau salah satu usianya lebih tua, maka yang muda panggil abang, tidak boleh bapa uda.

Demikian halnya dengan Tampubolon, Silaen dan Baringbing. Ketiga kakak beradik ini dapat memanggil ampara satu sama lain, kecuali masing-masing sudah mengetahui usia, boleh juga memanggil bapa uda , bapa tua. Ampara ini juga kerap dipakai oleh marga yang marpadan. Misalnya marga Panjaitan marpadan dengan Sibuea atau Tampubolon dengan Sitompul. KENAPA, kalau sudah marpadan dianggap marhaha anggi/akak adik. Itu sebabnya marga yang marpadan tidak boleh masibuatan ( kawin mengawin).